Nahdlatul Ulama (NU) memiliki sikap yang jelas dalam menghadapi Pilkada dan Pemilu. Organisasi ini menegaskan netralitasnya, memastikan bahwa mereka tidak terlibat dalam mendukung calon tertentu. Hal ini bertujuan untuk menjaga integritas dan independensi NU.
Netralitas Organisasi
Secara organisasi, NU menegaskan bahwa mereka tidak akan mendukung calon tertentu dalam Pilkada dan Pemilu. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) di berbagai daerah menyatakan bahwa mereka tetap netral untuk menjaga integritas organisasi.
Hak Individu
Meskipun NU sebagai organisasi bersikap netral, para anggotanya memiliki hak untuk mendukung calon pilihan mereka secara pribadi. NU menghormati hak individu anggotanya untuk berpartisipasi dalam politik praktis, asalkan tidak membawa nama organisasi dalam dukungan tersebut.
Fokus pada Kemaslahatan Bangsa
NU selalu mengedepankan kepentingan umum dan kemaslahatan bangsa dalam setiap sikap politiknya. Sebagai organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, NU merasa bertanggung jawab untuk memastikan bahwa proses demokrasi berjalan dengan baik dan menghasilkan pemimpin yang amanah.
Kerjasama dengan Lembaga Pengawas
NU juga bekerja sama dengan lembaga pengawas pemilu seperti Bawaslu untuk memastikan bahwa Pilkada dan Pemilu berjalan dengan jujur dan adil. Kerjasama ini bertujuan untuk mengurangi praktik politik uang dan politisasi SARA dalam pemilihan.
Contoh Kasus di Gunungkidul
Di Gunungkidul, terdapat perbedaan sikap antara tokoh NU lokal dan Pengurus Wilayah NU (PWNU) DIY. Beberapa tokoh NU di Gunungkidul mendukung bupati petahana berdasarkan kerjasama yang telah terjalin, meskipun PWNU DIY menegaskan bahwa pengurus NU tidak diperbolehkan terlibat dalam politik praktis.
Dengan sikap yang netral dan fokus pada kemaslahatan bangsa, NU berusaha untuk menjaga integritas dan independensi organisasi sambil tetap memberikan ruang bagi anggotanya untuk berpartisipasi dalam politik praktis secara pribadi.
