Nahnutv.com Yogyakarta, Menteri Agama Republik Indonesia, Prof. Dr. Nasaruddin Umar, mengemukakan sebuah gagasan baru dalam upaya pemberantasan korupsi di lingkungan Kementerian Agama. Gagasan tersebut berfokus pada pemanfaatan ajaran agama sebagai instrumen dalam mengatasi penyalahgunaan kekuasaan dan penyimpangan anggaran. Di tengah pesimisme masyarakat terhadap upaya pemerintah dalam memberantas korupsi, gagasan ini justru menjadi manifesto yang dapat mengubah tradisi buruk yang selama ini berkembang di birokrasi.
Prof. Dr. Nasaruddin Umar dikenal sebagai menteri yang memiliki prestasi gemilang. Berdasarkan evaluasi kinerja yang dilakukan oleh Centre of Economic and Law Studies (CELIOS), Menag mendapat citra positif mencapai angka 95,6% pada Januari 2025. Hal ini menunjukkan keberhasilan gagasannya dalam menciptakan perubahan di kementeriannya, yang dinilai sebagai salah satu yang terbaik di jajaran kabinet pemerintah.
Enam Manifesto Menag dalam Pemberantasan Korupsi
Dalam rangka memperkuat upaya pemberantasan korupsi, Menag menetapkan enam manifesto yang akan dijalankan di Kementerian Agama. Berikut adalah enam poin penting dalam manifesto tersebut:
- Pemberantasan Korupsi dengan Agama sebagai Landasan
Menag menegaskan bahwa ajaran agama harus menjadi pedoman dalam pemberantasan korupsi. Ajaran yang mengecam tindakan sogok, korupsi, dan penyalahgunaan kekuasaan perlu diinternalisasi dalam budaya kerja birokrasi, baik di Kementerian Agama maupun lembaga pemerintah lainnya. - Korupsi Sebagai Musuh Bersama
Korupsi digambarkan sebagai musuh bersama yang harus dilawan dengan semangat kolektif. Konsep agama yang memandang setan sebagai musuh utama (‘adhuwwun mubin) diterapkan untuk menggambarkan bahwa korupsi adalah sebuah tindakan yang harus diberantas bersama. - Mencegah Pemborosan Anggaran
Ajaran agama yang menentang sikap boros atau tabdzir dijadikan pedoman dalam pengelolaan anggaran negara. Menag menekankan pentingnya penggunaan anggaran yang sesuai dengan tujuan dan proporsi pelaksanaan kegiatan, menghindari pemborosan yang tidak perlu, seperti perjalanan dinas yang tidak efisien. - Mencegah Pengambilan Uang yang Bukan Haknya
Menag mendorong agar ajaran agama yang mengutuk pencurian (sariqoh) digemakan di lingkungan kerja Kementerian Agama. Pengalihan anggaran kepada pihak yang tidak berhak harus dicegah agar tercipta kenyamanan dan kedamaian dalam lingkungan kerja. - Menumbuhkan Generasi Berprinsip dan Jujur
Menag mengajak agar generasi birokrasi yang akan datang memiliki prinsip yang kuat dan jujur dalam menjalankan tugasnya. Kejujuran merupakan sikap yang dijunjung tinggi dalam agama, yang harus diterapkan dalam setiap tugas dan kewajiban pemerintahan. - Mengedepankan Keteladanan dalam Kepemimpinan
Pemimpin di setiap satuan kerja harus menjadi teladan dalam memberantas korupsi. Menag menekankan pentingnya pemimpin yang bisa menjadi panutan bagi bawahan, menjalankan tugas dengan baik, dan menghindari penyalahgunaan kekuasaan dalam setiap aspek birokrasi.
Agama Sebagai Teologi Pembebasan
Secara keseluruhan, keenam manifesto Menag ini merupakan kebijakan yang bertujuan untuk menginternalisasi nilai-nilai agama dalam birokrasi pemerintahan. Konsep amar ma’ruf nahi munkar diharapkan menjadi dasar bagi kinerja birokrasi yang bersih dan baik, serta untuk mencegah potensi penyalahgunaan kekuasaan dan anggaran negara. Dengan demikian, agama menjadi alat pembebasan yang menghindarkan para pejabat dari tindakan yang merugikan dirinya, masyarakat, dan negara.
Gagasan Prof. Dr. Nasaruddin Umar ini mendapat perhatian luas dan dianggap sebagai langkah positif untuk memperkuat integritas birokrasi serta meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Ditulis oleh Fathorrahman Ghufron, Wakil Katib PWNU DIY serta Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Suka