Muhammadiyah Tolak UKM dan Kampus Dapat Prioritas Izin Tambang, Berbeda Pandangan dengan PBNU

Nahnutv.com Jakarta – Perwakilan Muhammadiyah, yang diwakili oleh praktisi tambang Sahrial Suandi, menyampaikan pandangan kritis terkait revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba). Dalam forum diskusi bersama DPR RI, Sahrial menegaskan bahwa Muhammadiyah tidak sepakat dengan usulan pemberian prioritas izin tambang kepada perguruan tinggi atau Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Sikap ini berbeda dengan pandangan PBNU yang sebelumnya menyatakan dukungan terhadap gagasan tersebut.

Dalam pemaparannya, Sahrial mengungkapkan bahwa tidak semua perguruan tinggi memiliki program studi (Prodi) pertambangan dan geologi, apalagi yang terakreditasi baik. Ia menyoroti kompleksitas pengelolaan tambang yang membutuhkan keahlian khusus dari hulu ke hilir. “Pengelolaan tambang itu bukan hal sederhana. Ini membutuhkan integrasi keilmuan dan manajemen yang tidak semua kampus mampu sediakan,” ujarnya.

Sahrial juga mempertanyakan keadilan dalam pemberian izin tambang kepada pihak swasta, khususnya perusahaan modal asing (PMA). Ia menyarankan agar pengelolaan tambang lebih baik dikelola oleh BUMN untuk memastikan manfaatnya dapat dirasakan secara maksimal oleh negara.

Dalam diskusi tersebut, ia juga menyoroti sejumlah masalah lain terkait rancangan undang-undang, seperti:

  1. Tumpang Tindih Peraturan: Sahrial menekankan perlunya sinkronisasi antara undang-undang pertambangan dengan aturan terkait kehutanan, lingkungan, tata ruang, dan pertanian. Menurutnya, konflik antara sektor-sektor ini sering kali menghambat operasional tambang.
  2. Definisi Tambang Rakyat: Ia meminta kejelasan definisi tambang rakyat, untuk membedakannya dengan tambang ilegal yang sering mengatasnamakan rakyat.
  3. Beban Infrastruktur Tambang: Ia mengkritisi aturan yang melarang perguruan tinggi bermitra dengan pihak tertentu, seperti PKP2B, yang menyebabkan perguruan tinggi harus menanggung sendiri biaya besar untuk infrastruktur tambang, seperti pembangunan jalan tambang dan pelabuhan.

Muhammadiyah juga meminta evaluasi lebih rinci terkait pasal-pasal tertentu yang dinilai kurang jelas, termasuk tentang perpanjangan izin tambang yang tidak dibatasi waktu, serta aturan terkait izin wilayah pertambangan yang tumpang tindih.

Sahrial mengingatkan bahwa investasi tambang membutuhkan modal besar dan pengelolaan yang sangat hati-hati. Ia berharap agar revisi undang-undang ini dapat dirancang dengan cermat dan mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *