Nahnutv.com Yogyakarta – Dalam sebuah kajian bertajuk Hidup dalam Naungan Al-Qur’an, Prof. Dr. H. Abdul Mustaqim, S.Ag., M.Ag., membahas konsep Living Quran, yaitu bagaimana Al-Qur’an hidup di tengah-tengah masyarakat dan memengaruhi praktik kehidupan sehari-hari umat Muslim. Kajian ini disiarkan melalui kanal YouTube Nahnu TV dan mengupas secara mendalam bagaimana masyarakat Muslim merespons serta merefleksikan nilai-nilai Al-Qur’an dalam berbagai aspek kehidupan.
Living Quran dalam Tradisi Keislaman
Menurut Prof. Abdul Mustaqim, kajian Living Quran pertama kali diwacanakan di UIN Sunan Kalijaga pada tahun 2004. Pendekatan ini memberikan perspektif baru dalam studi Al-Qur’an, yang tidak hanya berfokus pada tafsir dan teks, tetapi juga bagaimana Al-Qur’an diterima dan diadaptasi oleh masyarakat Muslim dalam tradisi dan budaya mereka.
Ia menjelaskan bahwa dalam hadits, Nabi Muhammad SAW disebut sebagai Qur’an yang berjalan, yang mencerminkan bagaimana ajaran Al-Qur’an diwujudkan dalam kehidupan nyata. Oleh karena itu, studi tentang Living Quran berupaya memahami bagaimana masyarakat Muslim menafsirkan dan mengimplementasikan ajaran Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.
Dua Fungsi Kitab Suci dalam Konteks Living Quran
Prof. Abdul Mustaqim mengutip konsep dari Sam Dekil yang menyebutkan bahwa kitab suci memiliki dua fungsi utama:
- Fungsi Informatif (Al-Wadifah Al-Ikhbariyah) Fungsi ini berkaitan dengan bagaimana Al-Qur’an memberikan informasi penting kepada umat Muslim, seperti konsep kehidupan setelah mati, nilai-nilai moral, dan ajaran sosial. Contohnya adalah ayat yang menjelaskan tentang kebangkitan setelah kematian dan kehidupan akhirat yang memberikan pemahaman kepada umat Muslim tentang esensi kehidupan.
- Fungsi Performatif Fungsi ini lebih menekankan pada bagaimana Al-Qur’an digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya adalah penggunaan mushaf Al-Qur’an sebagai mahar dalam pernikahan, sumpah jabatan dengan menyentuh mushaf, serta praktik ruqyah yang menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an sebagai bentuk penyembuhan spiritual. Prof. Abdul Mustaqim menegaskan bahwa fenomena ini adalah bagian dari Living Quran yang mencerminkan bagaimana umat Muslim merespons dan mengadaptasi ajaran Al-Qur’an dalam kehidupan mereka.
Tradisi-Tradisi dalam Living Quran
Dalam kajian tersebut, beberapa contoh tradisi yang berkaitan dengan Living Quran juga dikupas, antara lain:
- Tilawah dan MTQ: Pembacaan Al-Qur’an secara berlagu dalam Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) sebagai bagian dari seni dan budaya Islam.
- Tabarruk dengan Ayat-Ayat Al-Qur’an: Menempelkan potongan ayat Al-Qur’an di rumah atau kendaraan sebagai bentuk mencari berkah dan perlindungan.
- Tradisi Khataman Al-Qur’an: Perayaan setelah menyelesaikan bacaan Al-Qur’an, yang dalam beberapa daerah dilakukan dengan mengadakan prosesi khusus seperti menaikkan anak yang telah khatam ke atas kuda.
- Metode Pembelajaran Al-Qur’an: Proses talaqqi dan musyafahah dalam pondok pesantren yang mirip dengan cara Nabi Muhammad SAW belajar Al-Qur’an dari Malaikat Jibril.
Kesimpulan
Kajian Living Quran memberikan pemahaman yang lebih luas tentang bagaimana Al-Qur’an tidak hanya dipelajari sebagai teks suci, tetapi juga diinternalisasikan dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat Muslim. Prof. Abdul Mustaqim menekankan bahwa pendekatan ini membantu umat Islam memahami tradisi mereka secara lebih mendalam dan menghindari klaim-klaim negatif seperti bid’ah terhadap praktik-praktik yang memiliki landasan dalam Al-Qur’an.
Dengan adanya kajian ini, diharapkan umat Islam dapat lebih memahami bahwa Al-Qur’an bukan sekadar kitab suci yang dibaca, tetapi juga pedoman hidup yang dapat diaplikasikan dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari. (baba)