Nahnutv.com Jakarta – Pembahasan mengenai status dan peran Habib di masyarakat terus menarik perhatian kalangan ulama Nahdlatul Ulama (NU). Meski Habib dihormati sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW (Ahlul Bait), banyak ulama NU menegaskan bahwa kehormatan itu harus disertai dengan akhlak mulia serta kontribusi yang positif bagi masyarakat.
KH. Mustofa Bisri atau yang lebih dikenal dengan Gus Mus, mengingatkan pentingnya menjaga kehormatan sebagai keturunan Nabi dengan perilaku yang baik. Menurutnya, meskipun Habib mendapatkan penghormatan karena nasabnya, status tersebut tidak cukup jika tidak didukung oleh akhlak yang mencerminkan kepribadian Rasulullah SAW.
“Keturunan Nabi adalah kehormatan, tapi tanpa akhlak yang baik, kehormatan itu bisa kehilangan maknanya. Yang paling penting adalah perilaku dan keteladanan,” ujar Gus Mus.
Senada dengan itu, KH. Said Aqil Siradj, mantan Ketua Umum PBNU 2010-2015 dan 2015-2020 , menyatakan bahwa dalam Islam, seseorang dihargai berdasarkan ketaqwaannya, bukan hanya keturunannya. Ia menegaskan, meskipun Ahlul Bait memiliki kedudukan yang istimewa, mereka tetap harus menunjukkan kontribusi yang nyata dalam membangun umat.
“Kita menghormati Ahlul Bait, tetapi dalam Islam, setiap orang dipandang berdasarkan amal dan ketakwaannya. Status keturunan bukanlah penentu utama,” jelas KH. Said Aqil.
KH. Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), Ketua Umum PBNU, mengingatkan agar tidak ada pemujaan yang berlebihan terhadap individu-individu Habib. Menurutnya, penting untuk menyeimbangkan penghormatan terhadap keturunan Nabi dengan penilaian berdasarkan akhlak dan kontribusi.
“Habib memang terhormat karena nasabnya, tetapi jangan sampai kita berlebihan menghormati mereka hingga mengarah pada kultus individu. Yang harus diutamakan adalah teladan dalam perilaku sehari-hari,” tegas Gus Yahya.
Pandangan ini sejalan dengan apa yang sering disampaikan oleh KH. Maimun Zubair (Mbah Moen), seorang ulama sepuh NU yang sangat dihormati. Beliau mengingatkan bahwa setiap Muslim harus dihormati tanpa memandang status keturunan, dan yang lebih penting adalah bagaimana mereka menjalani hidup berdasarkan ajaran agama dan memberikan manfaat bagi sesama.
Pandangan serupa diungkapkan oleh KH. Abdul Ghaffar Rozin (Gus Rozin), yang menekankan bahwa Habib akan dihormati jika mereka berkontribusi positif, terutama dalam hal pendidikan dan dakwah. Namun, beliau juga menegaskan perlunya waspada terhadap mereka yang menyalahgunakan status Habib untuk kepentingan pribadi atau politik.
“Kita harus menghormati Habib yang benar-benar berperan aktif dalam dakwah dan pendidikan, tetapi jika ada yang menyalahgunakan status mereka untuk kepentingan lain, itu perlu kita kritisi,” ujar Gus Rozin.
Secara keseluruhan, pandangan para ulama NU menunjukkan bahwa penghormatan terhadap Habib sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW tetap harus disertai dengan tanggung jawab moral dan akhlak yang baik. Pada akhirnya, setiap orang, termasuk Habib, diukur oleh Islam berdasarkan ketakwaan dan amal kebaikan mereka.
Sikap moderat ini mencerminkan nilai-nilai Islam yang memandang amal perbuatan dan kontribusi kepada masyarakat sebagai hal yang paling utama, di samping penghormatan terhadap nasab keturunan Nabi.