Nahnutv.com Pengelolaan tambang oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah menjadi isu yang kontroversial dan menimbulkan berbagai tanggapan, baik dari kalangan internal NU maupun masyarakat umum. Langkah PBNU untuk terlibat dalam bisnis pertambangan didasarkan pada kebutuhan organisasi yang besar, terutama untuk menopang berbagai aktivitas sosial dan pendidikan yang menjadi tanggung jawab NU. Namun, keputusan ini juga memicu kritik, khususnya terkait dengan dampak lingkungan dan prinsip-prinsip keaswajaan yang dipegang oleh NU.
Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf, menjelaskan bahwa PBNU menerima tawaran pemerintah untuk mengelola tambang karena kebutuhan finansial organisasi yang sangat besar. PBNU bertanggung jawab atas ribuan pondok pesantren, madrasah, serta taman kanak-kanak (TK) dan Raudhatul Athfal (RA) yang membutuhkan dukungan dana untuk perbaikan fasilitas dan operasional. Oleh karena itu, tambang dianggap sebagai salah satu sumber pendapatan yang dapat membantu mendanai kebutuhan ini.
Selain itu, PBNU menegaskan bahwa hasil dari pengelolaan tambang ini akan dikembalikan kepada umat dalam bentuk program-program sosial, pendidikan, dan kesejahteraan yang lebih luas.
Meskipun langkah PBNU ini didasarkan pada alasan kebutuhan organisasi, kritik datang dari berbagai pihak, baik dari dalam NU sendiri maupun dari pengamat eksternal. Beberapa poin utama kritik yang muncul antara lain:
- Potensi Kerusakan Lingkungan: Keputusan PBNU untuk terlibat dalam pertambangan dianggap bertentangan dengan prinsip perlindungan lingkungan. NU sendiri, melalui fatwa yang dikeluarkan sebelumnya, telah menekankan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dan melarang eksploitasi sumber daya alam yang dapat merusak alam secara berlebihan.
- Bertentangan dengan Nilai Keaswajaan: Beberapa kalangan dalam NU merasa bahwa keterlibatan PBNU dalam bisnis tambang bertentangan dengan nilai-nilai keaswajaan yang menjadi landasan organisasi. Mereka berpendapat bahwa NU seharusnya lebih fokus pada pengembangan sosial, pendidikan, dan pengentasan kemiskinan, tanpa terlibat dalam aktivitas yang berpotensi merusak alam.
- Resiko Transaksi Politik: Ada kekhawatiran bahwa keterlibatan PBNU dalam pengelolaan tambang dapat membuka ruang bagi transaksi politik. Keputusan pemerintah memberikan prioritas izin tambang bagi ormas keagamaan melalui PP 25/2024 dianggap dapat menjadi pintu masuk bagi berbagai kepentingan politik yang mempengaruhi independensi organisasi.
Beberapa tokoh, akademisi, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) telah menyatakan kekhawatiran terhadap langkah ini. Mereka mengingatkan bahwa NU memiliki tanggung jawab moral untuk melindungi lingkungan, sesuai dengan fatwa-fatwa keagamaan yang telah dikeluarkan sebelumnya. Lebih lanjut, mereka menekankan bahwa keterlibatan dalam bisnis pertambangan dapat merusak citra NU sebagai organisasi keagamaan yang berkomitmen pada pelestarian lingkungan dan kesejahteraan umat.
Dalam konteks ini, Tim Advokasi Tolak Tambang, yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat, telah mengajukan uji materi terhadap PP 25/2024 ke Mahkamah Agung. Mereka berpendapat bahwa pemberian izin tambang tanpa lelang kepada ormas keagamaan melanggar Undang-Undang Pertambangan dan berpotensi memicu transaksi politik yang merugikan masyarakat dan lingkungan.
PBNU sendiri, dalam berbagai kesempatan, menegaskan komitmennya untuk mengelola tambang secara bertanggung jawab. Mereka menyatakan bahwa dampak lingkungan akan diminimalisir, dan seluruh hasil tambang akan digunakan untuk kemaslahatan umat. Beberapa pihak juga menyarankan agar PBNU memperkuat transparansi dalam pengelolaan tambang dan memastikan bahwa keuntungan dari bisnis ini benar-benar dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk program-program yang bermanfaat.
Keputusan PBNU untuk terlibat dalam bisnis pertambangan adalah langkah yang dilandasi oleh kebutuhan organisasi yang besar, namun juga menimbulkan kontroversi yang signifikan. Kritik utama berkisar pada dampak lingkungan dan potensi pelanggaran terhadap nilai-nilai yang selama ini dipegang NU. Dalam menghadapi kritik ini, PBNU perlu memastikan bahwa pengelolaan tambang dilakukan secara transparan dan bertanggung jawab, serta benar-benar mengutamakan kepentingan umat dan kelestarian lingkungan.